Adab mencari ilmu selama ini sering diabaikan. Hubungan antara murid dan guru tak ubahnya seperti penjual dan pembeli. Kini, saatnya kita kembali mendulang adab-adab mencari ilmu yang telah dipanggungkan oleh para ulama sehingga ilmu dapat memberi manfaat, bukan hanya pada duniawi, namun juga pada ukhrawi.
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumait dengan ketajaman analisa dan penanya, mementaskan lima adab bagi pencari ilmu.
Adab pertama bagi seorang pencari ilmu ialah menyucikan hati dari segala kekotoran-kekotoran yang dimurkai Allah.
Imam Nawawi dalam mukadiman Syarh Al-Muhadzdzab berkata: “Seugyanya bagi seorang penuntut ilmu menyucikan hatinya dari kotoran-kotoran sehingga ia layak menerima ilmu, menghafal, dan memanfaatkannya”
Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad memberi perumpamaanan yang sungguh indah tentang hati yang kotor. Beliau mengatakan jika seseorang datang dengan membawa sebuah wadah kotor untuk diisi madu di dalamnya, maka orang yang akan membeli madu tersebut pasti akan berkata, “Cucilah terlebih dahulu wadah yang kotor ini, baru kamu isi dengan madu.”
Kata Imam Abdullah, “Dalam masalah dunia saja, wadah yang kotor perlu dibersihkan, maka bagaimana rahsia-rahsia ilmu Allah dapat terwadahi jika diletakkan di dalam hati-hati yang kotor?”
Adab pertama ini merupakan langkah awal bagi para pencari ilmu, tak terkecuali para guru, untuk membersihkan hati dari penyakit-penyakit yang malah menjadi penghalang masuknya ilmu dalam sanubari.
Adab kedua, menurut Habib Zain, adalah ikhlas karana Allah di dalam mencari ilmu. Mencari ilmu harus berangkat dari kebersihan niat dari selain Allah. Niat adalah sumber segala perbuatan selaras dengan sabda Nabi SAW, “Amal perbuatan itu tergantung pada niatnya.”
Di antara niat bagi penuntut ilmu adalah: 1. Untuk mengharap redha Allah 2. Menghidupkan syari`at 3. Mendekatkan diri kepada Allah 4. Menghilangkan kejahilan dari dirinya mahupun orang lain 5. Menghidupkan agama dan mengekalkan agama Islam kepada kebaikan dan mencegah keburukan dari dirinya sendiri atau orang lain, sesuai tahap kemampuan.
Adab ketiga yang harus ada pada diri penuntut ilmu adalah bersikap rendah hati dan melayani para ulama. Suatu hari, Abdullah bin Abbas membawa tali kuda kendaraan gurunya, Ubay bin Ka`ab. Ia bawa kendaraan gurunya itu. Sang guru bertanya, “Ada apa ini, wahai putra Abbas?” Dijawab, “Demikianlah kami diperintahkan untuk menghormati guru-guru kami.” Abdullah tetap memandu jalannya kendaraan sang guru sampai ke tempat tujuan.
Adab ketiga memberi pengertian bahwa pencari ilmu mesti menanggalkan kebanggaan nasab, kedudukan, dan harta yang ia miliki. Ia lepaskan demi terjun secara total meraih ilmu lewat para guru dan ulama.
Adab Keempat ialah mengambil faedah (manfaat) di mana saja berada. Pencari ilmu mesti melihat, mengamati, dan meraih manfaat dari tiap langkah hidupnya. Tidaklah berlalu sesaat dari umurnya, kecuali ia isi dengan kemanfaatan.
Abu Al-Bakhtary berkata: “Duduk bersama suatu kaum yang lebih mempunyai ilmu daripada saya, lebih saya sukai tinimbang bersama kaum yang darjat ilmunya di bawah diriku.” Mengapa? Jawabnya, “Karana, jika aku duduk bersama kaum yang darjat pengetahuannya di bawahku, aku tidak bisa aku boleh mengambil manfaat. Namun jika aku duduk bersama orang-orang yang lebih berilmu dari diri saya ini, mengambil manfaat sebanyak-banyaknya.”
Luqman al-Hakim berwasiat kepada anaknya,
يا بني جالس العلماء وزاحمهم بركبتيك فإن الله يحيي القلوب بنور الحكمة كما يحيي الله الأرض الميتة بوابل السماء
Wahai anak kesayanganku, duduklah bersama para ulama', dekatilah mereka dan ambillah ilmu dari mereka. Sesungguhnya Allah menghidupkan hati-hati dengan cahaya Hikmah, sebagaimana Allah menghidupkan tanah yg mati dengan hujan dari langit. (al-Muwatta', Imam Malik)
يا بني جالس العلماء وزاحمهم بركبتيك فإن الله يحيي القلوب بنور الحكمة كما يحيي الله الأرض الميتة بوابل السماء
Wahai anak kesayanganku, duduklah bersama para ulama', dekatilah mereka dan ambillah ilmu dari mereka. Sesungguhnya Allah menghidupkan hati-hati dengan cahaya Hikmah, sebagaimana Allah menghidupkan tanah yg mati dengan hujan dari langit. (al-Muwatta', Imam Malik)
Adab kelima yang disebutkan oleh Habib Zain adalah bersikap sederhana dalam mengambil makanan dan minuman. Makan dan minum adalah kebiasaan siapa sahaja. Manusia makan dan minum untuk hidup. Namun hal demikian tidak lantas menjadi alasan untuk berlebih-lebihan, khususnya bagi pencari ilmu.
Bahkan, seorang ulama bernama Sahnun berkata: “Ilmu tidak akan diperoleh bagi orang yang makan hingga kekenyangan.”
Dalam wasiat penuh hikmah dari Lukman Al-Hakim kepada putranya, ia berkata: “Wahai anakku, jika perut telah terisi penuh pikiran akan tertidur, hikmah akan berhenti mengalir, dan badan akan lumpuh dari beribadah.”
Imam Syafi`i berkata, “Aku tidak pernah merasa kenyang sejak enam belas tahun silam. Karana kekenyangan itu membebani badan, mengeraskan hati, menghilangkan kecerdasan, membuat ngantuk, dan melemahkan orang tersebut dari beribadah.”
Demikianlah lima adab mencari ilmu yang dipaparkan oleh Habib Zain bagi manusia-manusia yang menceburkan dirinya dalam lautan ilmu. Ambillah ilmu yang hendak kita miliki sebanyak-banyaknya namun janganlah kita jauh dari adab. Dengan lima adab tersebut, ilmu menjadi berkat untuk semua. wallahu a'lam...Sumber Habib Ali Akbar bin Aqil
Moga perkongsian ini bermanfaat dan dipermudahkan kita semua dalam menuntut ilmu....Allahumma Ameen.....
No comments:
Post a Comment